Apakah aku sudah mati?

Aku tidak sadar sebenarnya bagaimana waktu sudah amat cepat melaju. Seperti misalnya menyadari bahwa masa putih abuku sudah lewat lama sekali dan masa kuliahku juga masih sangat lama. Atau seperti sekian banyak undangan pernikahan dari teman-teman. Aku baru menyadari bahwa sekian banyak dari mereka sekarang bergelar ibu.

Tahun-tahun ini aku banyak sekali kehilangan. Nikmat yang satu ini nampaknya mencerabut nikmat lainnya. Aku tau, apalah arti memiliki jika bahkan diri kita bukan milik kita dan apalah arti kehilangan ketika kita justru menemukan banyak saat kehilangan dan kehilangan banyak saat menemukan. Saat ini aku kehilangan banyak tanpa menemukan. Kehilangan mimpi, kehilangan harapan, kehilangan idealisme, dan kehilangan diri sendiri.

Aku sudah berhenti bertanya. Bukan karena aku menemukan banyak jawaban tapi karena aku justru kehilangan banyak pertanyaan. Merasa seperti nuraniku lumpuh. Aku tidak bisa merasa. Kemana pedangku? Apakah aku sudah terbunuh?

Sekarang hidupku jauh lebih nyaman dibanding masa-masa menyebalkan itu. Aku hampir memiliki segalanya.. tapi yang tidak berubah dariku adalah.. aku selalu merasa sendirian.

Kadang, aku rindu berjalan kaki di atas trotoar kota. Aku rindu menatap lampu jalan dan lalu lalang kendaraan yang lewat. Aku justru rindu diriku yang tidak memiliki apa-apa. Karena tampaknya, waktu itu aku jauh lebih hidup.

Apakah aku sudah mati?

Kenapa justru semua kesenangan ini membuatku takut?

2015.
Aku menangis. Tersungkur kalah. Berusaha bangkit dan berdiri di atas kedua kakiku. Berusaha menelan setiap kenyataan pahit yang meremukkan hatiku. Berusaha menyatukan keping-keping mimpi dan puzzle kehidupan yang hancur berantakan. Melempar sekian banyak lamaran pekerjaan. Menekan sekian banyak amarah. Menulikan telinga. Menangis tertahan. Waktu itu aku sendirian, tapi aku kokoh dan kuat bertahan.

2016.
Aku jatuh lagi. Jauh lebih sakit. Aku kalah lagi, kali ini ditambah injakan yang menyakitkan. Aku berusaha berdiri lagi. Menyeka keringat bercampur darah. Mengemis pekerjaan lagi sampai aku benci melakukannya. Membuat aku mengutuk gedung-gedung bertingkat dan orang-orang didalamnya. Masih menangis tertahan, menghela nafas lebih panjang dan lebih berat. Jatuh kemudian patah. Aku.. masih sendirian, tapi aku tidak takut apapun.

2018
Aku lupa mimpiku. Aku lupa rasanya menangis karena memperjuangkan sesuatu. Aku berhenti bertanya. Aku tidak lagi suka menatap langit. Aku tidak lagi suka pada senja. Aku tidak lagi menyapa pagi. Aku tidak lagi tenggelam di lembaran buku. Aku kehilangan tapi aku tidak sadar telah kehilangan.

Dan aku lagi-lagi sendirian.. tapi aku ketakutan. Aku mendengar suara-suara di telingaku. Aku benci kalimat manis bernuansa merdu, aku lebih suka mencabik jantung seseorang.

Apakah aku sudah mati?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 Januari

Jelajah #1 : Tarakan, Kalimatan Utara. (Pengalaman Debat Nasional Pertama)

Orang-orang yang Pernah Hadir