Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2020

The New Normal of Lebaran

*versi saia Lebaran tahun ini.... biasa aja. Biasa aja mungkin karena akhirnya kita paham bahwa "cukup" tuh ya cukup. Tanpa baju baru. Ga ada kue kue yang terlalu banyak. Berbagai jenis masakan yang dihangatin berhari-hari. Juga hebohnya ibu bersihin rumah kayak orang mau hajatan, yang ujung-ujungnya tetep neriakin saya yang lagi baca buku atau main game buat bantuin dia. Dan yang paling penting adalah, saya ga diusir dari rumah pas hari h lebaran karena disuruh main. Cuma dibilang "terserah". Daerah saya sebenarnya masih zona hijau. Masih alhamdulillah aman-aman aja dari pandemi. Tapi.. deket banget sama dua redzone. Prabumulih dan Palembang. Meskipun udah dibilang jangan mudik, perantau yang emang paling banyak dari daerah itu tetep aja ngeyel. Balik semua. Bikin saya dan keluarga agak waspada. Sebenarnya bagi saya pribadi, lebaran ini ya sama aja dari tahun sebelumnya. Ga ada yang terlalu beda. Mungkin yang sedikit beda adalah ibu yang lebih selo. Ga lebay

Sabtu Bersama Bapak, Sebuah Review

Sabtu Bersama Bapak merupakan novel best seller karya Adhitya Mulya. Buku ini juga sudah di filmkan dengan review yang saya liat sih lumayan. Kapan hari saya juga pernah baca review bukunya, lumayan juga. Meski begitu, saya belum tertarik buat baca atau nonton, sampai beberapa hari yang lalu saya menemukan kutipannya di tumbrl, dan itu cukup membuat saya tertarik sampai dan mulai membaca buku ini. Setelah membaca sekitar seperempat isi buku, saya sudah agak jengah. Haduh. Pemilihan diksi dan gaya berceritanya cukup menganggu saya. Terkesan kaku. Patah-patah. Penulis juga melemparkan beberapa lelucon yang menurut saya tidak lucu. Tapi rasanya tidak adil mereview padahal belum selesai baca. Nah, karena saya udah selesai baca, dan udah nonton juga, mari kita ulas. Buku ini, menurut saya, sebenarnya sangat potensial untuk menjadi buku yang sangat bagus. Bercerita tentang Pak Gunawan, seorang ayah dari dua anak, Satya dan Cakra (Saka). Pak Gunawan mengidap kanker dan ia hanya punya sisa

Asam Manis Hidup Seorang Gap Year-er (1)

Sejak satu testimonial saya nangkring di zenius blog, hampir tiap tahun saya mendapat dm instagram dari teman-teman yang juga gap year. Mereka nanya banyak hal, tapi biasanya sih template. Apa yang saya lakukan selama gap year, gimana belajarnya, gimana ngatur waktu, gimana meyakinkan orang tua, dan sebagainya. Biar berfaedah dan ga menjawab pertanyaan yang sama berulang-ulang, saya akan mencoba menjelaskan a.k.a bercerita a.k.a numpang curhat tentang apa-apa aja sih yang saya lakukan selama gap year. Tulisan ini juga dalam rangka pengkuan dosa berikutnya serta merayakan kegagalan. Mengingat saya juga ga bentar gap yearnya (2 tahun) dan kebiasaan saya yang ga bisa berhenti cerita. Tulisan ini mungkin akan sangat panjang. Meskipun yang diceritakan ya bagian bagian gagalnya saja. Karena memang kegagalan lah yang mendominasi hidup saia wkwk. Oke. Mari kita mulai. (Btw, testimonial saya itu bisa dibaca disini ) Awalan Saya menghabiskan masa putih abu-abu saya di salah satu smk neger

Ngomongin IPK dari Maba hingga Semester Tua

"IPK itu bukan menunjukkan kita pinter atau engga, tapi nunjukkin kita bertanggung jawab ga dengan kuliah kita" - Mas Mas XL Future Leader yang saya lupa namanya Sebelum ngomongin IPK, nilai, atau deretan angka lainnya yang membuat kita sebagai pelajar atau mahasiswa merasa sia-sia atau sering merasa bodoh jika tidak mencapai standar. Saya ingin bercerita lebih jauh kebelakang tentang bagaimana perjalanan saya memandang nilai. Dulu semasa sekolah, saya dikenal sebagai siswa yang pinter. Sering juara kelas. Para penunggu bangku depan di kelas yang kalau guru lupa ada pr selalu saya ingatkan haha. Iya. Saya tipe anak kesayangan guru tapi menyebalkan bagi teman sekelas. Caper kata mereka. Mentang mentang pinter. Saya sih bodo amat. Lah saya merasa benar kok. Singkatnya, saya adalah orang yang amat perfeksionis urusan nilai. Pernah sekali saya nangis karena ga dapet nilai sempurna padahal nilai saya udah paling tinggi sekelas dan satu satunya ga remedial wkwk parah banget dah

Patah Hati

"Patah hati yang disengaja, adalah berharap pada manusia" - Seseorang Mari membicarakan tentang bagian-bagian ga enak dari kisah cinta. Eaak. Aku pernah patah hati, pertama dan satu-satunya. Rasanya gimana? Hambar. Bahkan saat menghabiskan semangkuk ice cream rasa coklat, ga bisa juga kurasakan manisnya. Memangnya sebegitu sakitnya? Iyaaaah. Sampai aku membentuk dinding tebal yang ga bisa dilalui siapapun saking parnonya aku dengan patah hati. Menyingkirkan siapapun sebelum mereka masuk. Bahkan jangankan masuk. Melihat temboknya saja tidak akan ku biarkan. Mungkin bagi sebagian orang patah hati adalah kejadian biasa. Lebay deh semua orang juga pernah kali patah hati. Biasa aja. Sembuh kok dengan menemukan orang baru. Harus mup on. Liat kedepan. Lupain masa lalu. Hohoho disinilah bedanya kita teman. Ayo sedikit bercerita tentang siapa lelaki yang berhasil meremukkan hati itu. Dia sebenarnya biasa aja. Tidak istimewa. Ganteng juga engga terlalu sih. Pinter? Hmmm setidak