Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2018

Be You!

"Selain itu semua, KETAATAN lah yang takkan hilang dengan waktu, tak berkurang karena jarak, tak memudar dengan usia, taat itu mengikat lelaki yang serius, lelaki yang terikat Tuhannya"

Makanan

"Alquran itu ibarat makanan lezat yang dihidangkan, apabila pemiliknya mengatakan ambillah sepuasmu apakah kau akan mengambil sedikit?"

Teman (2)

Karena kita butuh teman untuk berbagi mimpi. Karena kita butuh teman untuk berlomba dalam kebaikan. Karena kita butuh teman untuk saling mendoakan dalam kebaikan. Karena kita butuh teman untuk saling mengingatkan. Karena kita butuh teman untuk terus tumbuh lebih baik. Karena kita butuh teman, teman hidup. #heu

Juli dan Juli

Dulu penghujung juli adalah hal yang paling kau takutkan, hari ini penghujung juli adalah yang paling membahagiakan. Juli-juli yang membuatmu terduduk dan menangis, yang membuatmu patah.. semuanya tergantikan oleh Juli  kali ini, bahkan kau lupa bahwa kau pernah kecewa. Duhh.. maka benar-benar nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? :") Sesederhana hujan dipenghujung Juli, bahwa mendung tidak hanya tentang kelabu.

Selai kacang dan patah hati

Waktu bergerak maju dengan kecepatan yang sama sekali tidak bisa ku prediksi. entahlah, aku tidak pernah pandai berhitung.. terlebih menghitung waktu. Bagiku sama saja, usia duabelas dan duapuluh.. delapan tahun berlalu, ratusan minggu yang terlewati, dan ribuan pagi dan senja yang kunikmati.. semuanya masih sama saja... "selai kacang itu masih terasa pahit".

Langit

Aku selalu suka pada langit, memandangnya selalu memberikan sensasi menenangkan. Tidak hanya pada malam yang bertabur bintang, pun saat cahaya benderang meneranginya. Langit seperti menjanjikan sebuah harapan sesempit apapun keadaanmu saat itu. Adalah malam yang menenangkan, pagi yang paling indah, senja yang selalu mempesona, dan hujan.. waktu dimana doa-doa baikmu diiyakan.

Kamu Lagi

"Bagiku kau tetap sama, seseorang yang kutemui pada senja hari itu.. aku tetap memandangmu dengan pandangan yang sama, juga menghargaimu seperti yang selalu kau tau.. tidak ada yang berubah dariku meski waktu terus bergerak maju. Hanya satu yang berubah dari kisah yang tidak selesai, bahwa aku.. tidak lagi ada di jangkauan matamu, apalagi hidupmu"

Question?

Ada pertanyaan yang terus berputar dikepalamu, yang kau bunuh dengan kesibukan. Bukan karena kau tak peduli, tapi karena kau lelah mencari jawaban yang tak kunjung memuaskan. Kesibukan membuatmu sejenak melupakan kepungan dan keresahan yang diakibatkan oleh pertanyaan itu. Sejenak. Hanya sejenak. Lalu kesendirian kembali membuat pertanyaan itu memenuhi kepalamu, menyesekkan ronggga dadamu, menderu dalam hatimu, juga menusuk jiwamu. Aku sudah lama duduk dan mengasah pedang. Namun, saat terjun ke medan perang aku tak dapat mengenali musuhku. Pedang terhunus tajam, tekad sudah digenggam. Tapi, aku tidak tau siapa yang harus diserang. waktu bergerak maju, jika tidak membunuh aku yang akan terbunuh. Ajaib kemudian ketika kau kehilangan dirimu sendiri. Merasa tidak mengenal siapa kamu sebenarnya. Seperti ada ruh lain yang memasuki ragamu. Aku tidak tau ternyata jiwa bisa terbunuh oleh waktu. Senyap. Ruangan ini senyap. Bahkan dentang jarum jam dinding pun tidak terdengar. Namun sinar

Tentang Khawatir

Berapa kali kau menggumamkan kata yang sama pada dirimu sendiri. Sekedar menguatkan hati. Bahwa tidak ada yang harus kau takuti, tidak ada yang perlu kau khawatirkan. Bahwa kau hanya perlu.. terus berjalan.

Perasaan

Aku merasa mengenalmu, seolah tiap sudut sifat dan sikapmu tidak ada yang tidak ku tahu. aku merasa tau apa yang kau suka dan apa yang tidak. Aku merasa tau kebiasaanmu, bahkan renyah suara tawamu. Aku merasa tau segalanya. Seolah tidak ada yang mengenalmu sebaik aku, seolah tidak ada yang tau kamu sebenarnya dibanding aku. tapi perasaan, hanyalah perasaan. Perasaan seringkali menipu. Aku merasa tau, hanya merasa. Sekali lagi, hanya merasa. Aku tidak benar-benar tau, ternyata.

Review (super) singkat

Seperti biasa, Tere Liye adalah seorang pencerita yang memikat. Tidak hanya untuk novel-novel bernuansa cinta, tapi juga tulisan-tulisannya tentang politik dan ekonomi juga 'konspirasi semesta' dalam makna sesungguhnya. Setelah sukses dengan "Negeri Para Bedebah" yang menunjukkan sisi gelap perekonomian, sekuelnya pun tak kalah menarik. "Negeri di Ujung Tanduk" muncul dengan kupasan yang menarik tentang demokrasi. Tentang menegakkan "omong kosong" diatas "omong kosong" lainnya. Intrik-intrik politik memenuhi lembar demi lembar novelnya. Bacaan yang ringan tapi berisi.

Sajak Malam Minggu

Tumbuh bersama hanya ilusi yang pernah kita cipta, karena sebetulnya kita tak pernah berjalan bersama. Kita beda yang merasa sama, kita beda yang memaksa sama. Siapakah kamu di penghujung agustus tahun itu? Aku merengkuh kembali kenang, menapaki jejak demi jejak kisahnya. Berharap kutemukan makna dalam cerita yang mungkin pernah ada. Aku ingat renyah tawamu dalam malam kesekian itu, dibawah tabur bintang lagi-lagi kita memaksa sama. Candamu cerdas waktu itu, membuatku berfikir banyak hal. Benar-benar banyak hal. Begitulah aku jadi sepenggal bab kehidupan bagimu, cerita sampingan. Kita tidak meminta untuk mengawali tapi kita tutup dengan ketaatan. Padamu kutitip satu bait doa terbaik. Ohh hai kamu, it's still me ;) #sajakmalamminggu #poemaddict

Jatuh (lagi)

Mempesona Semburat orange itu memang mempesona Dan bukankah selalu kukatakan bahwa di belahan bumi manapun senja selalu mempesona? Tak ada bedanya dengan senja yang kulihat hari ini, senja yang kunikmati dari pinggir jalan ditengah badai debu jalanan kota kecil kami. Aku duduk di bangku panjang yang memang disediakan. Sesekali aku menoleh ke kiri, berharap bis yang kutumpangi akan segera datang. Lebih sering juga kulirik jam di pergelangan tanganku, khawatir akan detaknya yang begitu cepat melaju. Aku mengeluh dalam hati, alangkah lamanya bus itu datang. Aku menghela nafas, menghentak-hentakkan kakiku pada tanah yang dipenuhi kerikil. Ahh bosan sekali aku menunggu disini. Aku menengadah, menatap langit. Mempesona. Semburat orange itu memang selalu mempesona. Aku menghela nafas lagi, kali ini lebih panjang dan lebih berat. Alangkah lucunya hidupku ini, pikirku. Dulu, dibawah senja pada kota yang berbeda aku jatuh pada urusan yang tidak terdefinisikan. Kali ini, senja pada kot

Teman

"Tidak, biar aku yang berjalan di depan. Agar kau bisa berlindung dibalik tubuhku, agar kau aman dibalik punggungku. Aku berjanji, aku akan membawamu ke tempat yang lebih baik. Percayakan aku untuk memimpin jalanmu" . . . . . "Tidak juga. Biar aku yang berada dibelakang. Biar kulihat dengan jelas siapa saja yang berani menganggumu, tidak akan kubiarkan siapapun menyakitimu. Kau tidak akan kubiarkan lepas dari jangkauan mataku, apalagi hidupku. Aku akan menjagamu" . . . . . . Kau tidak perlu berjalan dibelakang atau didepanku, Dear. Bukan karena aku tidak percaya padamu untuk memimpin jalanku, bukan pula karena aku tidak percaya kau mampu menjagaku. Tapi, cukuplah kau berjalan di sampingku. Bersama kita saling menjaga, bersama kita saling menunjukkan jalan. Lebihmu adalah separuh kekuatanku, dan kurangmu adalah separuh kesempatanku. Keduanya berpadu menjadi energi bagi sepasang kaki kita untuk terus berjalan menempuh perjalanan panjang bernama kehidupan.

Kamu

Maka, biarkan aku menjadi kisah yang tidak terceritakan bagi dirimu. Aku tau, waktu selalu baik. Tidak ada yang salah dari apa-apa yang sudah terlewati. Tanpamu, aku tidak akan sekokoh ini. Aku tidak akan mampu tetap berdiri tegak dalam kepungan badai yang menghancurkan mimpiku jika kau tidak ada.

Beberapa

Beberapa dari mereka menyeka matanya, menangis tersedu. Beberapa lainnya tertawa, terbahak sampai mengeluarkan air mata. Beberapa justru tidak merasakan apa-apa, tidak bahagia tidak juga bersedih. Aku menatap pada beberapa itu, sesekali ikut tertawa sesekali ikut menangis.

Jatuh Kemudian Patah

Aku tidak tau seberapa lama waktu bergerak maju. Cepat Sekali. Sama cepatnya dengan detak jantungku kala menatap sepasang matamu. Sepasang matamu, yang seolah mengurung dan mengukungku dalam lembah bernama kesenyapan. Senyap yang membuatnya terpaku. Tak bisa lari meski telah kulihat sebilah belati dibalik punggungmu. Aku merasa senang dan sedih dalam satu helaan nafas. Senang menatap matamu sekaligus sedih dengan alasan yang tak bisa kujelaskan. Aku jatuh cinta padamu. Jatuh yang kemudian patah. Karena mencintaimu sama artinya dengan menusukkan sebilah belati tepat dijantungku. Karena setelah mencintaimu, kau pun membunuhku. Jatuh cinta dan patah hati dalam satu waktu. Aku sudah mati, cinta. Mati dengan masih masih mengenggam belati merah tanda cintamu. Mati dengan mencintaimu.

Perasaan Hari Itu

A yah rusuh mencari handphonenya. Selepas maghrib ia baru pulang, saat adikku menanyakan handphonenya baru ia sadar bahwa benda itu tidak ada. Ia memeriksa saku celana, memeriksa saku baju, mengacak-acak isi tas, mengeluarkan semua benda bawaannya. Sia-sia. Benda pipih berbentuk kotak itu tidak ditemukan. Ayah teringat, tadi terakhir ia mengeluarkan handphone itu di perahu ketek yang mengantarkannya menyebrang sebelum sampai kerumah sore ini. Mungkin masih tertinggal di sana. Tidak sulit menelusuri jejak perahu ketek itu. Pemiliknya terhitung masih kerabat dekat ayah. Kami sering mampir kerumah mereka. Sering menitipkan sepeda motor. Berbasa basi remeh temeh. Terlebih yang tadi mengantarkan ayah adalah anak sulung keluarga mereka yang juga pernah menjadi murid ayah. Ayah lalu mengontak mereka. Memberitahu bahwa ada handphone tertinggal. Meminta tolong diantarkan lagi handphone itu karena data didalamnya amat penting. Ayah juga menjanjikan memberikan ongkos lagi. Sembari menunggu k

#Holidiary : Tentang Menikah dan Teman Lama

Judulnya seolah-olah akan membahas tentang "menikahi teman lama" hahaha padahal bukan. Judul diatas juga seolah mengindikasikan bahwa saya akan menikah (iya sih tapi belom tau kapan). Padahal sebenarnya, saya sedang mencoba menggabungkan 2 hal yang berbeda namun related banget dengan hal yang akhir-akhir ini saya alami. Pertama tentang teman lama. Sebuah kewajaran dalam series #Holidiary ini jika saya ketemu teman-teman lama mengingat saya memang liburan di kampung halaman. Bukan hal yang mengagetkan juga sebetulnya karena saya sangat sering mudik. Namun, entah karena faktor usia atau memang faktor lainnya saya kemudian baru menyadari hal ini. Sebagian besar teman-teman saya jaman sd dan smp sudah menikah. Bahkan adik-adik kelas yang bisa 4 sampai 5 tahun dibawah saya juga sudah menikah. Untuk ukuran orang kampung, menikah di usia belasan adalah hal yang biasa. Sesuatu yang membuat saya agak terhenyak adalah tentang betapa berbedanya seseorang setelah menikah dan punya ana