Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2020

Ramadhan Tahun Ini

Ramadhan tahun ini, seperti yang diceritakan banyak orang adalah ramadhan yang berbeda. Tidak seramai dan seriuh biasa. Tidak ada undangan buka bersama dari teman tk sampai teman kerja. Tidak ada kebingungan hari ini mau buka dimana. Tidak ada ngabuburit di luar. Tidak ada sahur on the road. Bahkan tidak ada kantuk saat tarawih di masjid, bahkan tarawihnya tidak ada disana. Tidak ada i'tikaf. Tidak ada berburu takjil gratis masjid. Untunglah, kita masih bisa mendengarkan adzan dan suara Al-Quran dilantunkan. Ramadhan tahun ini, rasanya berjalan sangat lambat. Mungkin karena segalanya diliburkan. Kantor tutup.  Sekolah tutup. Sepi. Sunyi. Aku ingat ramadhan tahun lalu yang rasa-rasanya banyak dihabiskan di kampus. Dua kali berbuka puasa di SC, satu kali setelah sidang paripurna, lalu satu lainnya saat Progress Report BEM yang sungguh penuh drama. Satu kali berbuka bareng mba-mba seniorku. Satu kali berbuka dikosan seorang teman karena kemalaman dan tidak bisa pulang. Satu kali ber

Nikmat yang (kadang) Tidak Dianggap Nikmat

Beberapa hari ini puas banget bisa menertawakan banyak hal receh. Mulai dari kelakuan seorang adik tingkat yang dibilang mirip banget sama Ryan D'Masiv hingga dia niat banget ngerecord suaranya dan dikirim ke grup. Terus kelakuan seorang kakak tingkat yang nge-cosplay stiker watsap. Hal-hal receh yang sungguh bisa bikin aku ketawa lepas. Mungkin juga efek deadline yangg hampir ga ada lagi jadi bisa lebih santuy. Rebahan sambil buka yutub, webtun, bales chat sampe tidur pulas. Nikmat banget yak waktu kosong begini. Setelah banyak hal receh yang bikin bahagia, aku akhirnya sadar kalau ternyata aku tuh dikelilingi manusia-manusia aneh dan receh. Bahkan seorang adik tingkat lain yang ku kira paling normal sekalipun ternyata receh juga haha. Sampai akhirnya seorang teman bilang kalau setiap orang tuh emang punya sisi abnormalnya masing-masing tapi mereka ga nunjukin aja kecuali ke orang-orang yang dianggap deket. Tiba-tiba, seperti disadari kalau aku tuh punya satu nikmat kecil tapi r

Sebuah Usaha Memahami

Saya akan bercerita tentang Ibu, tapi mungkin cerita ini tidak sama seperti yang ada di benakmu, tidak ada puisi haru, tidak ada kalimat manis... hanya sebuah cerita. Saya tumbuh menjadi anak yang keras, pemarah, insekyur dan tertutup pada orang lain karena yang saya ingat dari masa kecil saya hanyalah ibu yang berteriak-teriak marah didepan saya. Mengeluarkan beberapa kalimat kasar. Bahkan setelah apa-apa yang saya capai, yang menurut orang-orang adalah luar biasa, saya tetap merasa diri saya tidak berguna dan tidak bisa diandalkan. Terlalu sering saya mendengar kalimat itu sejak kecil. Sering saya merasa hidup saya paradoksal, di sekolah atau di kalangan teman-teman saya sering dianggap dewasa, punya jiwa pemimpin, sering dimintai pendapat, pintar dan bisa apa saja tapi ketika dirumah saya hanya merasa sebagai seonggok daging tidak berguna dan hanya bisa menyusahkan. Hingga pelan-pelan, tanpa saya sadari saya memisahkan kehidupan di rumah dan di sekolah. Orang tua saya hampir tida

Se-fruit isi kepala

Semakin bertambah tua dan dewasa, saya semakin menyadari kalau orang tua memang selalu pengen yang terbaik untuk anak-anaknya. Dari hal simpel seperti makanan atau pakaian, hingga hal besar seperti pendidikan. Maka orang tua yang sibuk kerja terus "cuma" ngasih anaknya materi bukan berarti mereka tidak sayang. Itulah bentuk sayang mereka, bentuk cinta mereka. Agar anak-anak mereka tercukupi segala kebutuhannya. Mungkin di waktu kecil, mereka harus merengek-rengek sekedar buat beli permen, maka jangan sampai anaknya merasakan kepedihan masa kecil itu. Maka orang tua yang mengirim anaknya ke sekolah international terbaik dengan biaya fantastis perbulan sedari kecil. Diikutkan seabrek les dari matematika sampe les piano. Itu juga bentuk cinta. Mereka pengen anaknya siap dengan dunia yang semakin hari semakin kejam.  Maka di bekali lah si anak dengan berbagai keahlian. Mereka lagi-lagi hanya ingin yang terbaik. Maka sama juga kayak orang tua yang menitipkan anaknya di

Mencukupkan Air Mata

Maret, 31 2020 Pukul 09.15 sebuah pesan masuk ke ponsel saya "ayuk, tolong doanya... Wak Cak drop" Saya diam. Wak Cak sudah cukup sering sakit. Semoga kali ini tidak cukup parah. Hanya sakit seperti biasanya. Pukul 12.40 Adek bungsu saya mengguncang tubuh saya yang sedang tertidur, telfon. "Ayuk, Wak Cak nak dibawak ke rumah sakit. Bisa kesini? Dirumah ga ada orang" Sesiangan itu saya melaju ke rumah uwak, sampai disana sekitar 1 jam kemudian. Orang-orang sudah bersiap berangkat. Rumah cukup ramai. Para tetangga berdatangan. Tak lama mereka berangkat ke rumah sakit dengan ambulans. Saya terdiam lama setelah ditinggal sendirian. Saya seolah tau apa yang akan terjadi berikutnya. Saya mengusir segala perasaan tidak enak. Mencoba meyakinkan kalau beliau akan sembuh. Rumah kosong dan sunyi. Kadang yang bisa saya dengar hanya suara di kepala. Pukul 23.01 Saya terbangun setelah mendengar dering handphone yang kesekian. Tanpa sempat melihat siapa yang m