Jeda

Jeda cukup panjang sejak 2016 hingga sekarang. Sejak satu singkat pesan terakhir masuk ke gawai yangg mampu menciptakan seulas senyum bagi pembacanya. Jeda yang cukup panjang, sejak terakhir aku menunggu dengan cemas tiap getar gawai, menunggu kabarmu.

Jeda yang juga cukup panjang, sejak hari dimana aku berdiri sambil memperhatikan laju waktu yang terasa lambat. Berharap sesosok punggung muncul dihadapan. Meski tidak terihat dan melihat, ada satu lega saat memastikan ia baik saja. Jeda yang cukup panjang.. mengingat satuan kita adalah tahun, bukan hari

Hari ini, aku merasa kecil. Tidak seperti hari-hari lalu dimana aku merasa dipaksa dewasa. Dimana rasanya aku menukar masa remajaku dengan air mata. "Berat sekali kehidupan ini, Tuhan" keluhku hari itu.Menghidupi fisik sekaligus bertahan agar mimpi tetap menyala. Lalu tertatih saat ia tiba, menyesuaikan jiwa usangku dengan warna-warni kehidupan millineals. Hidupku monokrom. Hitam putih saja. Tembok-tembok tebal dan tinggi layaknya milik Konstantinopel kubangun, menghalangi siapa saja yang berusaha maasuk kedalamnya.

"Kalau kita berusaha menjadi baik, insyallah... Allah akan terus mempertemukan kita dengan orang-orang baik",

Mbak Leni yang pertama kali mengetuk tembok itu. Satu-satunya yang berhasil memberi warna pada jiwa usang itu. Membuka kedua mataku, juga menunjukkan dunia. Merangkul dan memberikan kehangatan. Lalu tiba-tiba, rentetan keajaiban datang. Allah kirimkan orang-orang baik satu per satu dalam kehidupan. Nikmat yang tidak mencerabut nikmat lainnya.

Jadi, aku mau bercerita apa? :"
Aku ingin menunjukkanmu satu kalimat :

"Maka nikmat teman baik mana yang kamu dustakan?"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 Januari

Jelajah #1 : Tarakan, Kalimatan Utara. (Pengalaman Debat Nasional Pertama)

Orang-orang yang Pernah Hadir