Just Babling (4) : Berisik

 Udah lama ga nulis. Udah lama ga bercerita dengan baik ke diri sendiri. Waktu rasanya mengejarku dengan sangat cepat. Tidak menyisakan satu detik pun untuk menghela nafas, apalagi duduk diam sambil bercengkerama dengan diri sendiri.


Akhir-akhir ini kepalaku cukup ramai. Ada banyak kekhawatiran. Manusia ya begitu. Ga cuma tempat banyak salah dan dosa tapi juga makhluk yang suka mengkhawatirkan banyak hal. Pikirannya menakutinya sendiri. Overthinking. Padahal kemana lagi dia menepi kalau bukan ke dirinya sendiri?

Kegagalan beruntun yang kualami akhir-akhir ini juga cukup menyentak. Kecil sih. Tapi karena banyak, jadinya cukup bikin perih juga. Ibarat jatuh dari sepeda, sekali dua kali mah masih gapapa. Lah kalau sepuluh kali?. Pedih dan kadang memaksa kita untuk berhenti dan beristirahat. Menepikan sepeda sebentar sambil meneguk segelas air. Benarlah, kita memang ga bisa gapapa pada segala hal yang kita katakan "gapapa". Luka memang perlu diakui. Sekecil apapun itu.


Aku juga merasa kehilangan akhir-akhir ini. Entah teman, entah perasaan, entah juga sesuatu yang menurutku berharga. Padahal aku pernah dinasihati, merasa kehilangan atas sesuatu yang bukan milik kita, akan membuat kita kehilangan diri sendiri. Maafkan. Aku sungguh tidak ingin kehilangan diriku. Hal ini juga membuatku ingin menarik diri dari manusia, mengambil satu atau dua hari untuk berbicara dan menenangkan diri sendiri. Urusan perasaan dan overthinking ini memang ga bisa dibiarin aja. Tetapi, beberapa tanggung jawab memaksaku untuk tetap berada dalam keramaian.


Aku beberapa kali melihat kebelakang. Memperhatikan sudah seberapa jauh aku berjalan. Apakah benar sudah sejauh itu? Atau seperti kata Raditya Dika, kita sebenernya seperti marmut lucu warna merah jambu yang berlari di sebuah roda, seakan berlari jauh tapi sebenarnya ga kemana-mana.

Sejujurnya, itu juga yang paling kutakutkan. Waktu bertambah. Usia menua. Sementara aku tidak lekas beranjak kemana-mana. Sama aja. 

Ketakutan itu seperti bayangan. Selalu lebih besar daripada wujud aslinya. Tapi bukankah hidup tanpa ketakutan justru lebih menakutkan?

Komentar

  1. "kita gak harus merasa sedih krn sejak dlu kita memang gak pernah memiliki" deep. Thanks mbakk sedikit bablingnya bikin flashback dan cukup menampar

    BalasHapus
  2. Itulah kakak pentingnya pendamping.. Wkwk mungkin kakk udh di fase membutuhkan doi kwkwkw😂😂

    BalasHapus
  3. "it's okay not be okay" huhhhu. Kadang kalo kita ada masalah lalu seakan ga ada apa apa, pada titik tertentu perasaan itu akan membludak dan tak bisa dibendung:"

    BalasHapus
  4. Kehilangan dan ketakutan pada manusia adalah hal yang biasa dan umum terjadi mnak, tapi di dalam ketakutan itu sertakan Allah di dalamnya, dan juga jadikan masalalu sebagai pelajaran, hari ini sebagai anugerah dan besok adalah hari yang cerah.

    BalasHapus
  5. Beberapa ini, selain kesehatan fisik. Kesehatan mental juga kudu diperhatikan ya. Krn gak hanya fisik yang bisa sakit, mental juga bisa.
    Yah, Ndak apa berhenti sejenak. Asal jangan lupa beranjak.
    Fighting!

    BalasHapus
  6. Saya juga begitu, rasanya ada banyak merasa kehilangan. Kehilangan waktu. Waktu bersama teman, waktu dengan keluarga, waktu untuk mengerjakan hal yang produktif dan lain-lain. Terima kasih, tulisannya mengingatkan akan pentingnya kehadiran :(

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 Januari

Jelajah #1 : Tarakan, Kalimatan Utara. (Pengalaman Debat Nasional Pertama)

Pesan Tidak Sampai