Menghitung Nikmat Lewat Sholat

Plis jangan expect terlalu tinggi sama judulnya, ini hanya... cerita perjalanan singkat seorang anak manusia.


Satu waktu, ketika umurku masih belasan, selepas sholat asar kalau tidak salah, aku tiba-tiba membenak. Udah berapa kali ya aku sholat seumur hidup? Dimana aja aku pernah sholat?. Sejak hari itu aku suka mengingat tempat-tempat dimana aku pernah sholat. Entah musholla kecil di pingggir jalan saat aku kesorean pulang atau masjid raya satu kota besar yang pernah ku datangi. Hari ini, selepas sholat ashar juga, aku tiba-tiba teringat dan merasa bersyukur, ternyata jalanku sudah cukup jauh.

Tempat yang paling lekat dalam ingatan tentu saja rumah. Rumahku dan rumah nenek. Rumah panggung kayu berlantai papan yang tidak rapat. Aku masih ingat  sering menjatuhkan banyak barang lewat celah-celah papan itu. Pensil. Penghapus. Penggaris. Benang. Sisir. Kartu mainan bergambar power rangers. Orang-orangan dari kertas yang sering kami sebut "bp". Kulit jeruk. Tulang ikan wkkw. Kadang juga obat yang diam-diam aku buang. Lantas karena malas, beberapa barang tetap tinggal disana sampai berhari-hari. Rumah berjendela kayu yang harus ditutup dengan menyusun beberapa deret papan. Kok jadi bahas itu ya wkwk. Baiklah, kita lanjut. Menjelang matahari terbenam, aku akan mulai menyalakan lampu minyak. Di bawah lampu minyak itulah malam-malam sering ku habiskan bersama pr-prku. Listrik adalah sebuah kemewahan waktu itu. Beberapa orang yang berkecukupan biasanya punya mesin genset, satu liter bensin cukup menerangi sejak maghrib hingga jam sepuluh malam. Kami punya, tapi tidak punya kemewahan untuk membeli bensin setiap malam. Selepas menyalakan lampu, aku akan bergegas ke sungai depan rumah. Berwudhu. Sembari menyaksikan bola merah raksasa yang separuh tubuhnya sudah menghilang. Dua sajadah akan aku bentangkan segera setelahnya. Warna merah punya Ayah. Hijau punyaku. Ayah masih dibawah sana, sedikit terlambat karena harus memasukkan ayam ke kandang. Aku akan menunggunya dengan sabar diatas sajadahku. Lalu didalam keremangan itu, suara ayah akan terdengar merdu melantukan ayat-ayatNya. Membuatku mau menjalankan rutinitas itu lagi esok hari.

Tempat lainnya adalah rumah kami. Menjelang kelulusan SD, kami pindah ke "rumah baru". Rumah dinas yang dipersilahkan ayah untuk menempatinya. Rumah panggung berlantai keramik. Jendelanya kaca.   Punya kamar mandi, aku bisa berwudhu disana. Tapi halaman belakangnya indah, hamparan sawah. Aku tetap bisa melihat bola api raksasa itu. Tetapi aku tidak bisa lagi menjatuhkan barang-barang. Tidak lagi kehilangan sisir yang ternyata jatuh sampai ke tanah. Bensin satu liter pun merupakan nikmat lain yang kami miliki. Aku tetap sholat bersama ayah. Bedanya sekarang terang benderang. Aku bisa melihat dengan jelas warna mukena dan ujung sajadah yang kadang-kadang terlipat.

Aku juga ingat warna keramik kosan pertamaku. Merah. Motifnya bunga. Dingin. Air mataku pernah menetes diatasnya saat pertama kali sholat disana. Aku terisak. Merindukan rumah. Merindukan ayah dan ibu. Merindukan adik-adik. Aku tidak lagi perlu kemewahan satu liter bensin. Aku bisa menyalakan televisi kapan saja aku mau. Lampu kamar bahkan lebih sering lupa aku matikan. Air mengucur deras dari keran air. Disanalah, terbangun sujud-sujud yang menguatkan aku di tanah rantauan.

Aku ingat pernah sholat di musholla sekolahku. Karpetnya keras. Mukena yang sudah berubah warna. Musholla yang terlalu kecil bagi sekolah dengan jumlah siswa ribuan. Kami antri panjang mengambil wudhu. Juga antri panjang menunggu tempat atau mukena. Disana aku berkenalan dengan seorang teman baik, dengan senyum lebar ia menyodorkan mukena yang ia bawa sendiri. "Sholatlah, aku tungguin". Aku tau ia anak kelas sebelah, kami hampir tidak pernah saling menyapa. Tapi ia memiliki senyum yang sangat ramah. Aku membalas senyumnya. Tahun berikutnya, saat musholla kami sudah lebih lega
dan lebih lapang. Saat antri sudah tidak terlalu lama. Aku menyaksikan ia melepas mukena sambil menahan tawa. Kenapa. Begitu tanya wajahku. Aku baru selesai wudhu. "Pak xxxx yang jadi imam, 5 rakaaat". Ia bicara sambil menunjukkan lima jarinya. Aku ikut tertawa. Ia menepuk bahuku, berpamitan kembali kekelas. Di musholla sekolah ini pula, aku sering berlama-lama. Sekedar rebahan dan menikmati kipas angin turbo wkwk. Kelasku panas sekali.

Aku juga pernah sholat di musholla sekolah lain. Itu jaman-jaman aku sering tour de school untuk ikut lomba ekstrakuliker. Meskipun cuma tingkat kota tapi ini menyenangkan wkwk. Musholla smandupa waktu itu kecil sekali, jadi kami mencari masjid terdekat, yang apalah daya ternyata sebelahan sama kuburan. SMAN 4 masjidnya keren. Letaknya di depan dan luas pula. Masjid SMAN 17 luas, tapi ga ada dinding :( hanya tiang-tiang di berbagai sisi. Jaman aku sering kemah dan ikut diksar, musholla bumper terasa sangat sempit. Bukan karena kecilnya, tapi deg degan karena waktu yang dikasih dikit sekali. Peluit pelatih terasa menyeramkan wkwk (maafkan waktu itu masih muda).

Aku juga ingat pernah sholat di masjid Universitas Swasta, selepas ujian sbmptn pertama. Juga masjid SMK 6 yang merupakan tempat ujian sbmptn terakhir. Sholat zuhur yang hampir kesorean karena jadwal ujian soshum yang baru mulai pukul 10 dan selesai hampir jam 3. Masjid belakang bimbel, tempat kerja terakhir, inget banget karena disana sering doa supaya masuk UI :)

Aku ingat lagi pernah sholat di banyak rumah orang. Jaman-jaman ngajar privat dimana-mana sampe keliling keliling dan nyari tempat sholat dimana-mana, karena kalau nunggu pulang kerumah, udah habis semua waktu sholat saking jauhnya. Sering mampir di masjid agung tiap kali balik dari mudik. Apalagi jaman masih nyari kerja atau kerja serabutan. Habis mudik malah bikin tambah bersalah. Capek. Tapi ga tau harus ngeluh ke siapa. Duduk disana cukup bisa menenangkan.

Sekarang. Setelah kuliah. Ternyata lebih banyak lagi tempat sholat yang aku singgahi. Pernah dari zuhur sampai isya sholat di perpus kampus. Sholat subuh di musholla bandara. Menyempatkan sholat diantara jeda transit pesawat yang cuma setengah jam. Sholat di berbagai penginapan saat belajar kabur wkwk. Masjid Kampus Tarakan, sebuah pulau di Kalimantan. Masjid Raya FEB Universitas Airlangga yang lantainya kayak dari pualam. Sejuk. Bersih. Luas. Masjid Asrama Haji Bengkulu. Masjid deket Tugu Pahlawan Surabaya. Masjid Telkom University yang adem banget. Di luar atau didalam masjid yang rasanya sama aja, sama-sama adem. Masjid Raya Bandung. Musholla Farm House-nya Lembang. Dan yang paling disyukuri dan bikin tenang adalah... Masjid Salman ITB. :)

Banyak lagi sih yang ga aku inget atau inget tapi entah gimana nyeritainnya. Ya walaupun jalannya cuma kesini-sini aja, tapi tiap kali inget ternyata aku pernah sholat dibanyak tempat, bikin senang dan bersyukur. Allah ternyata (lagi-lagi) ngasih nikmat banyak banget. Tiap tempat yang pernah disinggahi membawa ingatan dan mengingatkan akan banyak banget bentuk nikmat.

Coba deh kamu inget lagi, dimana aja kamu pernah sholat, dan ada cerita apa sampai kamu bisa sholat disana.

Komentar

  1. Jadi keinget masa PLP �� Pernah shalat lima waktu di beda-beda tempat. Subuh masih di kostku,Zuhur di mushola sekolah, Ashar di Mushola Kampus, Magrib di mushola kecil yang kebetulan ada di warung makan depan kampus, Isya di kost teman karena nginep di sana :"

    BalasHapus
  2. Waah, jadi di tempatmu saat itu belum ada listrik ya Aisyah?

    Oh ya, jika boleh saran. Agak lebih enak dibaca. Tambahkan sedikit gambar di sini, biar tidak tulisan melulu dari awal hingga akhir. Ehehe...

    BalasHapus
  3. Aha bagian yang buang obat diam2 juga pernah kulakukan 😁

    BalasHapus
  4. Wahh, sama ak juga sering mengingat masjid2 yang pernah disinggahi.. Emang cuma masjid tempat yang paling nyaman di dunia.. 😁

    BalasHapus
  5. Tiba-tiba saya menjadi berusaha untuk mengingat masjid mana yang pernah saya singgahi. Kok jadi haru sih, ternyata kita masih bisa menikmati sholat dengan nyaman T_T

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 Januari

Jelajah #1 : Tarakan, Kalimatan Utara. (Pengalaman Debat Nasional Pertama)

Gibahin Orang sambil Cerita Keresahan