Lewat tengah malam

Tulisan ini ditulis ketika baru aja nemenin kakek begadang nonton acara kesayangannya, sekaligus ngebantu saya membentuk habit baru untuk mengurangi tidur. Dan malam ini, saya bener-bener menikmati waktu berdua bersama kakek disaat seisi rumah tertidur. Kita ngobrol bebas, cerita suka suka, mulai dari ngomongin acara yang lagi kita tonton atau sekedar mengenang masa lalu.
Dari obrolan ini bagian yang paling saya suka ialah ketika kakek suka cerita tentang nenek. tentang betapa tegarnya mereka menghadapi kerasnya kehidupan, tentang nenek yang berjuang keluar dari dusunnya untuk berani sekolah dan menjemput impian. Betapa dulu Nenek sering dikatain perempuan ga bener karena berani menentang budaya yang kolot waktu itu. Dan itu membuat gambaran yang utuh tentang nenek difikiran saya, bahwa nenek adalah perempuan yang tangguh, yang kuat dan yang.. Berani. Contoh nyata setelah saya kehilangan figur 'sosok baik'.

Atau cerita tentang Wak Bana dan Wak Yayan yang kedua-duanya sukses sekalipun dulunya miskin dan anak yatim. Yang dulunya juga numpang tinggal di tempat yang saya tinggali sekarang, mereka berani merantau, berani keluar dan berjuang. Hebatnya lagi, mereka semua adalah ahli ibadah.
Ini menyadarkan saya satu hal, bahwa hidup benar-benar tidak linier. Tuhan memang selalu adil, kita saja yang gagal mengenali bentuk keadilan itu.
Obrolan inilah yang kemudian membakar kembali semangat saya untuk tidak berhenti bermimpi, untuk berani memperjuangkan jalan yang saya ambil, sekalipun benar-benar tidak mudah.

Pun juga, diskusi malem-malem begini tetiba membuat saya rindu pada seseorang. Seseorang yang dulunya juga teman diskusi yang paling asyik, teman debat paling sengit tapi juga teman tertawa paling sweet. Dulu bahkan kita sering diskusi lewat tengah malam.
Dia, teman bicara yang paling nyaman dan nyambung buat saya. Temen curhat paling enak.
Singkatnya, dia temen yang sempurna.
Sayangnya kami telah berpisah.. Menempuh jalan yang kami pilih sendiri lalu kemudian hidup seolah-olah tak pernah saling mengenal.
Aneh ya? Tapi begitulah (mungkin) hidup berjalan.

Malem ini mendadak rindu ini membuncah, menggerogoti sisa kekuatanku. Kehilangan teman bicara bagiku seolah kehilangan segalanya, karena sejatinya kita memang butuh teman berbagi.
Beban terlalu berat jika kau pendam sendiri, begitu juga denganku... terlalu sesak untuk menanggung semuanya sendiri, dan sesak ini bisa meledak sewaktu-waktu.

Apa kabar teman? Masihkah ingat padaku? Atau aku sudah tergerus waktu hingga tak lagi ada dihatimu? :) Ada ribuan pesan yang ditujukan padamu namun tak pernah tersampaikan, kenapa? Karena aku tak berani mengirimnya padamu :)
Hey, aku rindu :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 Januari

Jelajah #1 : Tarakan, Kalimatan Utara. (Pengalaman Debat Nasional Pertama)

Orang-orang yang Pernah Hadir