Sore dan Senja

Aku tidak menyangka bahwa aku akan jatuh dan terpuruk lagi. Aku tidak menyangka bahwa aku akan merasakan sakit yang sama lagi. Bahkan kali ini lebih sakit. Aku tidak menyangka bahwa yang membuat air mataku berderai kali ini tidak hanya kamu, tapi juga orang serupa kamu.

Aku mempertanyakan sekian banyak "kenapa". Dan aku membenci apa-apa yang sudah terjadi dan membuatku menangis lagi. Oh Tuhan, sudah lama sekali aku tidak menangis lalu sekarang aku menangis hanya karena sepotong sore dan senja.

Kenapa aku tidak belajar dan tidak lekas dewasa? Aku sama saja seperti 8 tahun yang lalu. Bodoh dan naif.

Kalau kita tidak bisa tertawa karena lelucon  yang sama kenapa aku berkali-kali menangis dengan alasan yang sama?

Aku benar-benar sakit. Sakit sekali. Aku membenci segala sesuatu yang tampak dan ada. Aku membenci sepasang senja dan sore.

Hey kenapa kalian tidak ingin lagi jadi temanku? Kenapa sore? Kenapa kau justru menyajikan kisah yang amat menyakitkan? Padahal memandang langitmu adalah hal yang menyenangkan.

Kenapa senja? Kenapa kau tidak bisa lagi memberikan sensasi menenangkan? Bukankah aku selalu kembali padamu saat hatiku tercabik, kenapa sekarang justru kau yang mencabik hatiku?

Aku benci sekali perasaan ini. Perasaan sakit dan sesak yang mengurungku dulu, kini hendak kembali.

Apa bedanya aisyah umur 12, 18, hingga 21? Sama saja. Sama bodohnya. Sama naifnya. Sama menyedihkannya.

Pergilah satu per satu kalian. Aku lebih suka sendirian. Jangan berlagak peduli pada aku yang biasa tidak di perdulikan.

Indralaya
30 Agustus 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 Januari

Jelajah #1 : Tarakan, Kalimatan Utara. (Pengalaman Debat Nasional Pertama)

Orang-orang yang Pernah Hadir