Jatuh Kemudian Patah


Aku tidak tahu seberapa cepat waktu sudah bergerak maju. Mungkin lebih cepat dari detak jantungku kala menatap sepasang matanya. Sepasang mata yang kala menatapnya seolah menembus jantungku. Aku terpaku, terkurung dan terkukung dalam lembah kesenyapan.
Lalu senyum itu... adalah racun yang paling mematikan.

"Hey ada apa?", ucapmu kemudian. Tampaknya kau sadar kalau aku sedang memperhatikan

"Aku tersihir"

Kau mengernyitkan kening. Tidak mengerti. Bagaimanalah kau akan mengerti? 
Senyumannya masih ada. Demi senyum itu, aku rela menukar nyawaku.



Namanya Putri. Dan dia memang seperti seorang Putri. Sepasang matanya teduh, meski aku seringkali terkurung ketika menatap matanya. Rambutnya terurai panjang. Gurat wajahnya lembut dengan raut menyenangkan. Dia sering datang ke taman ini setiap sore. Menghabiskan waktu dengan bermain bersama anak-anak atau membaca buku. Dia tampak lucu ketika bermain kejar-kejaran, rambutnya yang panjang tergerai berantakan. Tawanya riang  menyebarkan kebahagiaan. Membuat siapapun yang melihatnya akan ikut tersenyum. Termasuk aku.

Aku tidak menghiraukan. Masih sibuk memandangi seorang Putri. Sore ini dia datang dengan membawa sebuah buku. Duduk tenang di salah satu bangku taman. Beberapa anak kecil yang mengenalnya merayunya ikut bermain. Ia menggeleng lembut sambil mengusap rambut anak itu.

Lembar demi lembar buku lalu mengalihkan perhatiannya. Aku kemudian berpikir, buku macam apa yang bisa membuatnya tenggelam lalu seolah mengabaikan dunia disekitarnya. Lalu ia tersenyum, lagi-lagi demi senyum itu.. aku rela menukar nyawaku.

Pernah jatuh cinta tapi tidak berani mengungkapkan? Aku pernah.

Entah sejak kapan aku mulai memperhatikannya. Mungkin sejak ia suka datang ke taman ini beberapa bulan lalu. Tiap senyum tipisnya kala membaca buku, semilir angin yang memainkan helai rambutnya.. menggerakkan sesuatu dihatiku. Aku ikut tersenyum tanpa perlu imajinasi membaca.

Sesekali ia datang untuk bermain dengan anak-anak. Bermain kejar-kejaran, petak umpet, dan entah apa lagi. Dia menyukai anak-anak dan anak-anak pun menyukainya.

Bagaimanalah kau akan jatuh cinta pada seseorang yang bahkan hanya kau lihat dari kejauhan?

Keesokan harinya ia datang lagi, dengan buku bersampul warna warni ditangan.

Hey, kenapa dia justru melambaikan tangan pada anak-anak? Bukankah ketika membaca biasanya dia akan duduk sendirian di bangku taman?

Anak-anak riang menghampirinya. Beberapa bahkan memeluknya. Lihatlah.. bagi anak-anak pun dia adalah seorang Putri. Putri yang baik hati. Mereka lalu duduk melingkar di bawah pohon rindang.

Seperti kemarin, kemarin, dan kemarinnya lagi. Putri tersenyum dan tertawa. Tapi, kali ini ia memilih menceritakan isi buku pada anak-anak dihadapannya. Aku tertawa tertahan. Lihatlah.. bagaimana mungkin kehadiran seseorang yang tidak kau kenal justru amat berarti bagimu?

 Ketika perasaan yang berkecambah di hatimu itu sudah tumbuh dengan sempurna. Namun, tidak punya tempat untuk menuangkannya?

Diungkapkan? Hey, bahkan kami tidak saling mengenal. Aku hanya sering memperhatikannya dari jauh. Sejak ia suka datang dengan senyuman yang menikam hatiku. Tidak ada interaksi.

Dilupakan? Perasaan ini terlalu indah untuk dipaksa mati. Kau pernah jatuh cinta bukan? Bagaimana mungkin kau tega mematahkan hatimu sendiri?

Berjuang? Mungkin aku memang harus berjuang.

Maka saat senja itu sempurna oranye, saat anak-anak yang mengerumuninya mulai berdiri dan akan membubarkan diri. Aku memberanikan kaki untuk mendekat.
Putri tersenyum namun pandangannya tidak kepadaku. Lurus kepada anak kecil terakhir yang sedang berpamitan.

Komentar

  1. Cocok untuk dijadikan cerbung (cerita bersambung). Ditunggu kelanjutannya ceritanya ya ukhtey :v

    BalasHapus
  2. Iya, kita pernah jatuh cinta. Yang menyakitkan dari cinta adalah ketika jatuh kemudian patah. Ah kadang cinta bisa serumit itu. Ceritanya bagus mbak :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 Januari

Jelajah #1 : Tarakan, Kalimatan Utara. (Pengalaman Debat Nasional Pertama)

Orang-orang yang Pernah Hadir